Food and Agriculture Organization (FAO) dalam laporannya menyatakan bahwa output singkong global telah meningkat sebesar 60 persen sejak tahun 2000 dan bahwa hasil bisa ditingkatkan hingga 400 persen.
Perubahan iklim bumi akan menyebabkan banyak wilayah di muka bumi ini rentan terhadap perubahan suhu dan curah hujan, serta penyimpangan musim lainnya. Logam berat seperti merkuri akan meningkat dan cuaca menjadi lebih tidak menentu. Perubahan iklim yang semakin memenaskan bumi ini berpotensi mempengaruhi hasil panen tanaman pangan utama di semua negara akan merosot, yaitu jagung (maize), gandum, kentang dan beras.
Semua wilayah di dunia akan terkena dampak global warming ini. Gangguan terhadap pertumbuhan tanaman pangan ini justru terjadi pada saat yang sama dengan kebutuhan untuk memberi makan penduduk yang jumlahnya terus bertambah dengan pesat. Pasokan pangan akan turun tajam, yang butuh makan, jumlahnya meningkat tajam.
Petani harus mempertimbangkan tanaman alternatif yang lebih toleran terhadap temperatur yang memburuk, dan tidak hanya fokus kepada ke 4 tanaman tradisional yang utama yaitu gandum, padi, jagung, dan kentang.
Tanaman yang dinilai mampu mentolerir berbagai tekanan dari termperatur yang terus memanas adalah singkong. Singkong dianggap paling cocok untuk wilayah Asia. Singkong, yang bisa dijadikan tapioka, gula maupun bio-etanol. Singkong sudah menjadi sumber makanan penting di Indonesia, sementara Thailand menguasai 77% ekspor gaplek di dunia. Vietnam juga merupakan eksportir besar.
Semakin strategisnya Singkong ditandai oleh adanya kontroversi perannya sebagai makanan vs bahan bakar. Bioetanol memang bisa dihasilkan dari jagung, tebu dan minyak sayur. Berkurangnya hasil panen tumbuhan ini di masa datang akan berkontribusi terhadap kenaikan harga pangan global. Inilah menyebabkan peran Singkong menjadi sangatv strategis mulai dari tahun-tahun ini. Jelas bahwa Singkong menjadi tanaman yang akan memberikan keuntungan sangat besar.
Perubahan iklim bumi akan menyebabkan banyak wilayah di muka bumi ini rentan terhadap perubahan suhu dan curah hujan, serta penyimpangan musim lainnya. Logam berat seperti merkuri akan meningkat dan cuaca menjadi lebih tidak menentu. Perubahan iklim yang semakin memenaskan bumi ini berpotensi mempengaruhi hasil panen tanaman pangan utama di semua negara akan merosot, yaitu jagung (maize), gandum, kentang dan beras.
Semua wilayah di dunia akan terkena dampak global warming ini. Gangguan terhadap pertumbuhan tanaman pangan ini justru terjadi pada saat yang sama dengan kebutuhan untuk memberi makan penduduk yang jumlahnya terus bertambah dengan pesat. Pasokan pangan akan turun tajam, yang butuh makan, jumlahnya meningkat tajam.
Petani harus mempertimbangkan tanaman alternatif yang lebih toleran terhadap temperatur yang memburuk, dan tidak hanya fokus kepada ke 4 tanaman tradisional yang utama yaitu gandum, padi, jagung, dan kentang.
Tanaman yang dinilai mampu mentolerir berbagai tekanan dari termperatur yang terus memanas adalah singkong. Singkong dianggap paling cocok untuk wilayah Asia. Singkong, yang bisa dijadikan tapioka, gula maupun bio-etanol. Singkong sudah menjadi sumber makanan penting di Indonesia, sementara Thailand menguasai 77% ekspor gaplek di dunia. Vietnam juga merupakan eksportir besar.
Semakin strategisnya Singkong ditandai oleh adanya kontroversi perannya sebagai makanan vs bahan bakar. Bioetanol memang bisa dihasilkan dari jagung, tebu dan minyak sayur. Berkurangnya hasil panen tumbuhan ini di masa datang akan berkontribusi terhadap kenaikan harga pangan global. Inilah menyebabkan peran Singkong menjadi sangatv strategis mulai dari tahun-tahun ini. Jelas bahwa Singkong menjadi tanaman yang akan memberikan keuntungan sangat besar.
Sebelum lebih banyak orang masuk ke bisnis ini, kami telah memulainya lewat http://mycassava.com. Hanya saja, untuk mendaftar di website tersebut, Anda membutuhkan sponsor. Oleh karena itu hubungi 0818947133 untuk didaftarkan di sana. Silahkan memilih klasifikasi investornya.